Thursday, September 23, 2021

Life Update, Suami, Sekolah dan Beasiswa!

September 23, 2021 1 Comments

Menikah dengan orang yang sama-sama passionate sekali dengan sekolah emang seru ya...jadi punya penyemangat untuk terus bertumbuh berkembang dan kejar sekolah setinggi-tingginya, sejauh-jauhnya. Sejak pacaran kondisi kami ga jauh-jauh dari LDR karena salah satunya sedang kuliah dan/atau sedang mengejar beasiswa untuk bisa berkuliah lagi. Hingga saat ini ketika kami sudah menikah dan akhirnya bisa sekota, pak suami malah menerima beasiswa Australia Awards Scholarship (AAS) untuk kuliah lagi (puji Tuhan, God is so good to us). Kami seharusnya sudah mulai menjalani long distance marriage lagi per 16 Agustus 2021. Puji Tuhan, pandemi ini mengharuskan semua kegiatan perkuliahan dilaksanakan secara online sehingga aku tidak harus gegalauan ditinggal suami kuliah di masa-masa hamil. Ehm, yes, We are pregnant, my husband and I. I'm pregnant with our baby and he is pregnant with all the food he got to devour accompanying me eating.


Di sela-sela segala mual, pusing dan pegal-pegal yang melanda di awal-awal kehamilan ini, aku bersyukur bisa menjalaninya dengan didampingi suami yang penyabar, pengertian dan supportive. Terkadang ketika badan rasanya ga enak banget, aku sambil ngomong ke suami, "Bang, aku jadi ngerti perasaan teman-temanku yang menjalani masa kehamilan berjauhan dengan suaminya. Tiap hari bikin status pengeeeenn banget cepet-cepet mutasi ke kota tugasnya suami. Kalo aku di posisi mereka, aku pun sepertinya akan seperti itu". Ngomong begituan aja bisa sampai terharu banget rasanya. Sejak hamil, jiwa meloku emang semakin menjadi-jadi.


Btw, selain merasakan berbagai perubahan secara fisik selama kehamilan, akhir-akhir ini aku juga merasa bahwa hal-hal yang dulunya begitu jelas bagiku, menjadi abu-abu dan aku pun mulai mempertanyakan segala sesuatunya. Aku mulai kembali mempertanyakan pilihan karirku, cita-citaku, apakah aku akan bersekolah lagi dan apakah aku layak untuk mendapat kesempatan untuk bersekolah lagi, apa sebenarnya hal-hal yang benar-benar bermanfaat yang telah kulakukan dalam hidupku, dan lain-lain. Aku merasa tidak seperti diriku yang dulu, yang selalu driven,  a go-getter, punya tujuan jelas, timeline dan ambisi. Saat ini aku masih terus berdoa dan berusaha masuk ke dalam diriku sendiri, karena berada di keadaan ini nyaman sekaligus tidak nyaman bagiku.


Sembari terus bertanya-tanya, aku memutuskan untuk berusaha melakukan yang terbaik di tempatku bekerja, berusaha mengalahkan ketidaknyamanan yang kurasakan selama hamil dan menikmati setiap hal yang kulakukan dalam mendukung pekerjaan suami. Aku menikmati masa-masa menemaninya persiapan wawancara untuk beasiswa Chevening dan AAS, aku menikmati menjadi teman diskusinya ketika merencanakan sesuatu, aku menikmati ketika turut mencuri dengar atau membaca materi perkuliahannya. I enjoy being his companion.


Talking about my husband, for me and perhaps for many, my husband is a good mentor/ advisor and the biggest initiator. Passion beliau untuk terus berkontribusi terhadap kemajuan pendidikan di Nias emang ga ada habisnya. Setelah bimbelnya harus tutup karena pandemi, beliau terus berpikir bagaimana caranya agar dapat membantu para siswa dan mahasiswa Nias belajar. Akhir-akhir ini, beliau sedang giat-giatnya untuk mensosialisasikan berbagai kesempatan meraih beasiswa kepada anak-anak Nias, khususnya beasiswa LPDP kategori afirmasi. Beliau telah beberapa kali mengadakan kegiatan virtual sharing session terkait beasiswa tersebut dan mem-follow up dengan melaksanakan kelas persiapan TOEFL secara virtual. Dan disinilah peranku, dengan sebisa mungkin menjadi tentor/pengajar sekaligus memaksaku untuk kembali belajar Bahasa Inggris yang baik dan benar. Aku bersyukur karena di saat-saat seperti ini aku jadi merasa dibutuhkan, bermanfaat dan punya tujuan (jangka pendek, at least). Walaupun saat ini aku masih berperan sebagai supporter yang baik saja, sepertinya aku emang ga harus memaksakan diri untuk selalu on top of everything. It's OK to not be a hero today! 

Sharing Session pada 14 Mei 2021 dengan narasumber Kak Liguori Ledhe, LPDP awardee ,
Australian National University.

Sharing Session pada 14 Mei 2021 dengan narasumber Bang Ridho Juliandra, LPDP awardee ,
University of Nottingham, UK. Beliau juga salah satu advisor Pak Suami ketika menyusun essay untuk
apply beasiswa Chevening dan AAS.

Sharing session pada 17 September 2021 dengan beberapa adik-adik lulusan IKIP Gunungsitoli yang bercita-cita untuk kuliah lagi. Narasumber Intan Gea, awardee LPDP 2021. Btw, she's so humble and the way she spoke about her journey to scholarship was so uplifting menurutku. Adik-adik dari Nias perlu banyak mendengar cerita-cerita penyemangat and relatable seperti ceritanya Intan☺

Lastly, buat teman-teman yang punya cita-cita kuliah lagi bahkan sampai ke luar negeri, mending segera cari-cari info dan persiapan deh. Kesempatan meraih beasiswa dan berbagai info terkait tips and trick meraih beasiswa bertaburan banget loh di internet, bahkan di youtube, orang tuh sampe share kehidupan sehari-hari mereka di kampus, kosan/apartment selama menempuh pendidikan menggunakan beasiswa. Kalo pengen sharing atau tanya-tanya terkait LPDP, Chevening, dan Australia Awards Scholarship, bisa reach out juga kesini, perhaps my husband can help haha...


Cheers,
Dian❤


Saturday, May 22, 2021

You Preggo?

May 22, 2021 0 Comments
Hi, para newly married ladies yang berbahagia dan timbangannya makin hari makin ke kanan. 
I know you feel me, cause I feel you too😀

I feel the happiness you feel in your heart, you forget to count the calories you eat. The comfort of the food shows through your face. It plumps your cheeks.

I know what your clothes and your husband have in common. They hug you so tight, it gets tighter every day. They envelop all your curves, radiating warmth. You won't catch a cold.

I've been posting some photos of mine (or ours) on social media post married and I am super aware that I've been putting on some weight. But I didn't really realize that I'm that type of woman who's bigger in the midsection until some of my friends asked if I'm pregnant or not😂. 

"No, guys. I wish but I'm not pregnant just yet, not that I know of. That big belly of mine is just a bundle of happiness, fat, gas and feces", that's how I replied to them.

For now, we have no reason to panic and rush into getting children. I haven't made any plan on booking an appointment with an ob-gyn, yet. The longing is there but we don't see the point of sweating it too much, except pray for it day and night. 
unsplash.com
Unlike in the old times, couples nowadays are struggling to have children of their own. Some of my friends waited or are waiting for years to be pregnant. Let alone, some people choose to live a childfree marriage. I can understand why my family and dearest friends already start asking me such questions. I can see that they all come from pure hearts, best intentions.

My bones were not hidden from Thee when I was made in secret. curiously wrought in the lower parts of the earth. -Psalm 139:15-

Hi, my future kid(s), I know that Father Jesus already knows everything about you loooonggg before your Dad and I would know you would've existed. He has the best plan and beautiful design for you, me, and your Dad. And even if you would never be destined to be with us, "Everything's gonna be alright, Dek", that's how your Dad would say to me. He gets our back💪

Just like what has been written in Psalm 124:8,

Our help is in the name of The Lord, who made heaven and earth.


Fiat Voluntas Tua. 

Terjadilah padaku menurut perkataan-Mu.


Dian 💕 



Friday, May 21, 2021

The Perks of Being A Newly-Wed Working Wife

May 21, 2021 0 Comments

Dan di atas semuanya itu, kenakanlah kasih sebagai pengikat yang mempersatukan dan menyempurnakan. -Kolose 3:14-

Ayat di atas adalah ayat yang dituliskan suamiku dalam undangan pernikahan kami 4 bulan lalu. Ketika mendesain undangan pernikahan kami, dia mendiskusikan segala sesuatunya kecuali pemilihan ayat tersebut. But I won't complain a thousand times.


Hampir 4 bulan menikah, hmm..rasanya gimana ya? Belum ada waktu panjang untuk punya reflective thought yang dalem sih, tapi puji Tuhan, 4 bulan ini adalah bulan-bulan penuh syukur, penyesuaian, belajar, dan perkenalan. Penuh syukur karena jika iseng-iseng throwback ke perjuangan selama pacaran, LDR from day 1 of dating, berjuang dapat restu hingga persiapan nikah, aku masih terharu banget.

Bandung, January 21st, 2021

Anyway, penyesuaian mungkin hal yang paling umum dialami sama semua newly weds; yang dulu cuman mikirin diri sendiri, sekarang ritme hidup dan segala keputusan harus mempertimbangkan kebutuhan dan kenyamanan pasangan. Nah, 4 bulan ini kira-kira seperti apa sih? 


1. Belajar Bareng

Nah, belajar ini nih yang seru banget buatku. Di awal pernikahan ini, belajar untuk kami adalah baik belajar tentang kehidupan #tsaahh... maupun literally belajar-try out-persiapan ujian. Sepertinya, hal paling awal yang mempersatukan kami dulunya adalah kesukaan kami untuk terus bersekolah. Klise sekali kan kedengarannya kan? haha...kesannya cupu dan kutu buku banget. Tapi enggak gituuuu...kalo aku pribadi, aku suka proses belajarnya tapi "benci" ujian, karna biasanya nilai ujianku pasti biasa-biasa aja, padahal belajarnya udah maksimal banget huhuhu... Kalo kenapa suamiku pengen sekolah terus, jawabannya pasti sangat filosofis dan visioner sodaraaaa...jadi kalo mau tau alasan dia ingin bersekolah lagi, ntar kita baca scholarship application essay-nya aja yaa 🙆. 


Sedikit curcol, dulu beliau PDKT ke aku ketika aku sedang persiapan ujian tugas belajar D4 di PKN STAN. Beliau jago matematika, jadi tiap hari dia selalu ngirimin 10 soal matematika via WA dan sekali 2 minggu buatin try out matematika untukku. Hingga akhirnya kami harus LDR karena aku harus kuliah ke Bintaro, dia masih terus menjadi teman belajar selama kuliah dan skripsian. Kami bahkan menjadi co-author dari jurnal publikasi pertama kami, puji Tuhan! Sekarang setelah nikah dan aku udah selesai kuliah, beliau yang pengen lanjut kuliah lagi dan jadi pemburu beasiswa. Hampir tiap malam kami belajar dan try out IELTS, nulis application essay dan ngawanin beliau ujian wawancara. I don't know why, dari setiap pengalaman bersama di awal pernikahan ini, momen-momen bermimpi dan berusaha untuk sekolah lagi adalah hal yang paling kunikmati. Puji Tuhan, dipertemukan dan dipersatukan dengan seseorang yang sama-sama pemimpi dan punya mimpi yang kurang lebih sama.


2. Kenalan

Perkenalan ini juga seru dan kadang bikin emosi naik turun. Selain berkenalan dengan suami dan keluarga besarnya, 4 bulan ini merupakan momen self-discovery buatku. Aku makin sadar kalo aku punya mood swing yang agak parah. Kalo dulu hidup sendiri, bete ya ga tersalurkan, ga ada yang nyadar juga. Berhubung sekarang udah hidup bersama dengan orang lain, ada momen-momen yang aku sedang capek, sensi atau lagi males ngobrol. Ternyata aku cukup sering tidak rasional haha...Having someone to live with for almost 24/7 is like having a CCTV, witnessing all your rain and rainbows. But, my CCTV is no regular CCTV, it's an upgraded version. It hugs, consoles and bears with me 😋. 


3. Balancing Everything

Sebelum nikah, aku tidak terikat dengan adat istiadat dan tradisi, ga punya kewajiban untuk ikut kondangan, perkumpulan, dll. Namun sejak nikah, aku "terpaksa" harus membiasakan diri dengan segala agenda-agenda tradisi dan sosial, terlebih karena aku sekarang berdomisili di kampung halaman, maka agendanya banyaaaakkk banget. Saat ini, aku kadang agak kelelahan dan pusing ngatur jadwal agar tetap bisa menghadiri berbagai acara nikahan, acara keluarga, dll tanpa mengorbankan waktu bekerja, ga izin-izin mulu dari kantor, tetap bisa perform dan berkarir. Boro-boro mikirin me time yang banyak kayak waktu masih lajang. Tapi aku bersyukur sih, setidaknya di minggu malam, aku bisa punya waktu buat diri sendiri untuk baca-baca, nulis diary, dll. Pak suami pun sepertinya udah tau polanya dan dia emang selalu bilang kalo kami berdua memang butuh space juga, so he makes sure that I'll let him know when I need some space, some time alone.

Weekend and libur? it's kebaya and kondangan time dong guys💃


4. 
Bingung dan Membego Bersama

Other than all the things above, kita masih banyak bingung dan begonya haha...Banyak rencana dan kerinduan, tapi yah dijalanin aja dlu. We're taking one thing at a time, we don't have figure out everything all at once. Puji Tuhan, sekarang bisa berdoa bareng. Setiap kali kita pengen A, kita bisa doain bareng biar Tuhan yang mempertajam apakah emang sebaiknya kami melakukan A sekarang, nanti dulu atau ga usah dulu deh. Selain itu, kita juga masih bersama orang tua, masih ada yang bisa nuntun dan nangkep kalo-kalo kita salah langkah trus oleng haha..


Oh ya, unlike other typical young wives yang begitu nikah mendadak hobi masak-masak gitu, aku malah belum pernah masak sendiri sejauh ini, masih sebatas bantu-bantuin mama mertua dan kakak aja di dapur. Setiap keluarga itu punya cara masak dan selera sendiri, maka sejago-jagonya kita masak di rumah sendiri, pasti akan jadi kayak orang ga bisa masak di rumah orang lain. Nah, aku saat ini sedang di fase itu, di dapur mama mertuaku, I'm still a rookie, a newbie haha...Berhubung aku lebih banyak di kantor dan dampingin suami ngerjain kegiatan ekstrakurikulernya, I don't invest much time in the kitchen and I don't think that I will upgrade to a higher class anytime soon. But I won't sweat it, I believe that not being a masterchef  doesn't make me less of a woman, less of a good wife. Semoga tetap bisa jadi penolong yang baik ☺


Well, senang deh akhirnya bisa random post lagi, berasa accomplished dan produktif banget haha...Sudah rinduuuu sekali bisa ngetik-ngetik lagi, mudah-mudahan bisa berkomitmen untuk rajin lagi haha....


More stories to come y'all,

Dian💑💓

Sunday, October 4, 2020

Don't Talk To Me Like That!

October 04, 2020 0 Comments
"There are people around us who has the most damaging mouths and we know that by the time we get around them, we're gonna be damaged, we're gonna be slammed. They don't even hide it, they wear it like a badge. It's almost like an entitlement that they hurt other people." - Jimmy Evans on Marriage Today.

I was in a "throwback" mood when I was going through my old journal and stumbled upon a note of Jimmy Evans' sermon that I wrote on Wednesday, May 6th 2020. Apparently, I was having an anger issue and trying to self-assess what caused this whistling-ready-to-explode-teapot-I had in my chest. I usually found my journal as a sanctuary for me. Whenever I felt like bottling an emotion, journaling helped sorting things out and calmed me down. I built this system in order to avoid venting my rage. Sometimes, on my lucky days, I could choose to control myself. But, when I couldn't, I am the dumbest and the sharpest-tongued person. Just like what Jimmy Evans said about the damaging mouths, my words hurt. 

Right before listening to Jimmy Evans' sermon, I was having all these questions in my head, "How people can be so feisty and mean with their mouths? What's in their heads? Who hurt them? Why can I be so hurt only by words? Why do they keep resounding in my head?". I was asking with my finger pointing out without realizing that I have the same exact tendency with my mouth when I rage.

Well, I wrote the whole sermon but here are my takeaways.
  • Parents are the most profound influence in children. We have a tendency to do what our parents did even when we don't like it.
  • Our past shapes our present. If we have a bad way of talking, where do we get it? From our own home, school, inner circle? Have we seen on movies, read it somewhere? etc.
  • Hurt people hurt people. Those with the sharpest tongues, meanest mouths, coldest hearts could be the people with wounded hearts. They harm others to hide how fragile and vulnerable they really are. It's like a self-defense system, kill before you get killed!
It seems like Jimmy was suggesting to blame our parents, family, loved ones for all the bad emotions we've been bottling up. But no!

What he was saying was we can be the ends of all the damage and disfunctions in our family, community, and etc. Forgiveness is the key. We don't wanna carry trash and give it to others, especially to our children, if we're planning to have one(s). We forgive the people and the event. We can always choose to dispose all the toxins and move on with our life. It is healthier for us to stop the anger reside within us and hurt other people through us.

Finished reading the story of the day, I turned the pages and read the next stories. Well, listening to Jimmy and writing the sermon didn't simply settle things down and make me a more composed, forbearing person. There were still some ugly days down the road. But at least, I now have a better understanding of why people do what they do, including why I act and react the way I do.

As I said before, journaling is a system I built to elaborate and analyze my feeling. Do I have a right to feel, think and react in a certain way. I always try my best to not vent, but when I do, I always and always thank my father for his wide-as-the-ocean heart. I love him for his forbearance and aspire to have the littlest size of his big heart.
This photo was taken in 2015 while Bapak was visiting me in Jakarta.
Bapak's visits meant good food, new clothes and make up from Mama👪


With love,
Dian💛

Friday, September 18, 2020

Wow, Mewah Sekali Hidupku!

September 18, 2020 1 Comments

Hampir 6 bulan ngekos di Senen dan aku belum merasa pewe juga. Apa ya yang kusuka disini? Lingkungannya padat penduduk, kos-kosan mahal, kamar/rumah yang sempit dan biaya hidup tinggi. Saking sedihnya harus pindah dari Bintaro kesini, pertama kali aku menginjakkan kaki di kamar kosan baru, aku nangis. Nangisnya ga bentar sis, putus-nyambung kayak hubunganmu dengannya😜. 


Satu-satunya yang menjadi alasanku untuk stay disini ya karena jaraknya yang cuman 20 menit jalan kaki ke kantor, tanpa harus ngojek atau ngangkot. Di masa pandemi ini, nglaju dari Bintaro tercinta, naik krl dan ojol, bukan pilihan yang tepat buatku.


Ngomong-ngomong tentang pilihan, baru-baru ini aku menyadari betapa "mewah"nya hidupku. Alkisah, aku ada keperluan yang mengharuskan aku untuk pulang kampung dan mengunjungi beberapa kota. Seperti yang kita ketahui bersama, pemerintah mengharuskan penumpang pesawat untuk melakukan rapid test/PCR sebelum terbang. Maka, jadilah aku yang hampir ga pernah ngeliat matahari ini, harus keluar kosan menuju klinik untuk rapid test.


Btw, sejauh ini, aku cukup berusaha untuk disiplin mengikuti protokol kesehatan selama pandemi COVID-19. Aku ga pernah naik transportasi umum kecual pesawat karna emang ga punya pilihan lain. Selain itu, aku kemana-mana selalu jalan kaki atau mesen g*car dan gr*bcar. Walaupun harus mengeluarkan duit lebih banyak untuk naik blablabla-car, tapi lagi-lagi, saat ini ojek bukan pilihan yang tepat buatku.


Dari dalam mobil menuju klinik, aku dibukakan matanya akan betapa mewahnya sebuah pilihan. Ketika aku bisa memilih untuk naik transportasi yang nyaman dan cenderung aman, ada orang-orang yang terpaksa harus naik kendaraan umum demi bisa makan dan syukur-syukur nabung. Ketika aku bisa memilih untuk tetap stay di kosan yang belum bisa membuatku pewe iniiiii, ada orang yang tidak memiliki pilihan sama sekali selain harus menantang risiko di luar rumah untuk bekerja.  Di kala aku mulai kewalahan dengan kerjaan yang semakin bertambah, ada orang-orang yang kebingungan mau kerja dimana sekarang. 


Wow, mewah sekali hidupku!


Trus aku mau cerita lagi.


Beberapa hari yang lalu, tunanganku nelfon (Oh ya, I'm engaged now. We'll get to that later 😊). Dia cerita tentang kegiatannya berkunjung dan ngawasin pelaksanaan Sensus Penduduk 2020 di Nias (Yes! We're Jakarta-Nias apart 🤷). Jadi katanya, ada petugas sensus yang harus jalan kaki sejauh 8 km ke dalam hutan untuk mendata keluarga-keluarga yang tinggal di kebun. Keluarga-keluarga itu hidup di gubuk, tanpa listrik, tanpa sinyal internet dan makan seadanya dari kebun mereka. Trus percakapan selanjutnya kira-kira seperti ini:

👩: "Ih kok sedih kali dengarnyaaaa..."

👨: " Loh, emang kau ga pernah melihat atau mendengar kesusahan hidup yang seperti itu?"

👩: "Pernahlaah..di Jakarta malah lebih parah sebenarnya. Cuman ya sedih aja kalo diceritain lagi"


Diceritain lagi, makanya sedih. Kalo ga diceritain, ya lupa. 


Lupa kalo hidupku ini mewah banget.


Kamu juga sering lupa kan?Hehehe...


Udah ahh...udah jam 8 malam. Aku mau buka Excel lagi, lanjutin kerjaan, sampe ngantuk, trus tidur dan besok bangun pagi sambil ngeluh-ngeluh betapa kerjaan kok ga ada habis-habisnya.



Cheers,






Friday, July 10, 2020

Waiting On The Light

July 10, 2020 0 Comments
I've been watching Say Yes to The Dress Show on Youtube a little too much to the point that I started contemplating it. I love the show for the show, not because I'm dreaming of getting myself into one of the dresses. Apart from the fact that I DO dream of being in one, I love how this dress shopping thingy can reflect the way life operates.

At the beginning of each episode, the brides come with the ideas of the dresses they wanted, but end up falling in love with other dresses that are the opposite of their early preferences. They don't even look good in the dresses they've been dreaming of. They didn't expect if they will love other dresses.

On the other hand, the brides' entourage can be a safe haven or a pain in the neck. They are the families, best friends, bridesmaids and even the fiancees. For those with the best attitudes, they can be so supportive of the brides. But some people forget that the whole dress shopping thing is not about them but the brides. The lines may be scripted, but I'm pretty sure that the drama can happen in real life, too.

I've been thinking that maybe that's what happens to us most of the time. Just like the brides coming with the ideas of a perfect dress, we're so opinionated on what's best for us and it's throwing us off when the reality doesn't approve to our aspiration. We just can't see it now, we will only understand it till everything is done and all the puzzles are put together.

I have realized that I can't be more disappointed with anybody than to the ones closest to me. This also means that I might have hurt my beloved ones without realizing it. The fact that I care for them and want only the best for them can turn out to be an insensitive deed toward the receiver. Being a people pleaser myself, I often found myself on the receiving end.

Earlier this year, I had ideas of how my 2020 will be. I had plans, I was so excited about it. But then pandemic happened and everything shifted. It's funny that during the lockdown, everything is in a pause but ever-changing at the same time. Everything is adrift without certainty when to anchor. I was a little thrown off when the reality didn't fit into my imagination, and I'm still thrown off sometimes. But this Say Yes to The Dress Show somehow opened my mind. I might have pictures of my ideal future, but that might not what suits me the best. Maybe all the shifts, everything that's been holding me up from what I thought is ideal, is actually what's perfect for me. I just don't know it yet.

To be honest, it's hard to stay positive when the situation surrounding me now is not so encouraging, but I'm taking one step at a time. I'm so pushing myself not to be responsive and take as much time as I need to process everything. These days may be the darkest of the dark, but I close my eyes every night believing that help will come before the dawn. And how do I tell if it's dawn? The Light! I wait on The Light; I hope you do, too 🙂.

Photo by Christine Tutunjian on Unsplash

Tuesday, May 19, 2020

Zoomdisium, Graduating in New Normal Way

May 19, 2020 0 Comments
29 April 2020, 7 minggu sudah sejak pemberlakuan physical distancing akibat merebaknya COVID-19 di Indonesia. Sejak saat itu juga, kehidupan rasanya berhenti sejenak kemudian bergerak pelan kembali dengan cara-cara yang jaaaauuhhh berbeda dengan masa pre-COVID. Kalo dulu orang-orang bisa sesuka hati ngumpul-ngumpul di mana aja dan kapan aja, sekarang udah ga bisa (walaupun masih ada yang ngeyel sih). Ibadah, bekerja, belajar, dll semua dilakukan di rumah. Bersyukurnya, kita sekarang hidup di zaman yang sudah ada internet, sehingga apa-apa bisa dilakukan dari rumah, on line. Work from home, that's our new normal.

Sebenarnya, aku sudah work from home sejak bulan September 2019. Sejak memasuki semester 9 perkuliahan (kuliah di D4 hanya ada semester 7-9), kami tidak punya mata kuliah lain selain menyusun skripsi sehingga kami ke kampus hanya jika ada keperluan sehubungan dengan skripsi saja. Jadi, aku sudah cukup terlatih selama kurang lebih 8 bulan untuk betah di kamar kosan aja, asalkan wifi tetap nyala.

Tiga semester perkuliahan D4 sudah berlalu, maka tiba saatnya kelulusan dan kembali ke instansi masing-masing. Menurut kalender kampus, kami seharusnya yudisium di bulan Maret 2020, tapi karena Tante Corona tiba-tiba datang tanpa diundang, maka jadilah yudisium kami ditunda hingga akhir April 2020. Saat pengumuman resmi dari kampus keluar, kami belum tau bagaimana teknis yudisium nanti karena pada saat itu teman-temanku sudah banyak yang di kampung halaman sementara saat itu (dan sekarang) sedang pemberlakuan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Sampai akhirnya, ada pengumuman susulan bahwa kami akan yudisium secara online via zoom, Zoomdisium!!! 😜


Maka tibalah saatnya yudisium. Ga tau kenapa ya, walaupun yudisiumnya cuman dari kosan/rumah masing-masing, tapi rasanya tetap excited loh. Walaupun bawahannya tetap celana pendek, tapi aku tetap nyetrika kemeja dan dasi dulu di malam sebelumnya, nyatok rambut dan dandan dikit paginya 😉. Saat akhirnya semua peserta yudisium sudah "ngumpul", kok rasanya bahagiaaaa banget bisa liat wajah-wajah teman seperjuangan yang rasa-rasanya udah lama ga ketemu. Cowo-cowonya udah banyak yang gondrong sih, mungkin karna keadaan yang ga memungkinkan buat ke salon, ada yang rada gemukan saking bahagianya skripsi udah selesai dan di rumah aja dan heeyyy...ciwi-ciwinya pada cantik dan happy loh, sepertinya aku bukanlah satu-satunya orang yang semangat menyambut momen ini.

Dresscode zoomdisium👖

Meskipun dilakukan secara online, tapi kampus tetap berusaha untuk membuat acara yang formal dan berkesan loh. Tetap ada pembawa acara dengan puisi-puisinya, ada sambutan dari Pak Direktur, Kaprodi dan ucapan selamat dari para dosen. Rangkaian acaranya ga banyak, 30 menit selesai dan kami pun resmi dinyatakan sebagai Alumni Diploma 4 Alih Program Politeknik Keuangan Negara STAN Tahun 2020. Puji Tuhaaann...Tuhan baik!

Buah manggis sekarang sudah ada ekSTRAKnya 😝

Setelah selebrasi dengan teman sekosan dan ngirim-ngirim foto ke grup keluarga, aku jadi flashback lagi ke masa-masa aku pengeeenn banget bisa kuliah lagi, ke masa-masa yang aku anxious parah gegara pengumuman SPMB D4 belum keluar-keluar juga plus takut ga keterima kuliah lagi di STAN. Saat itu, aku sadar banget sih bahwa kuliah di kampus ini bukanlah segalanya, aku juga udah mempersiapkan plan B seandainya ga lulus tugas belajar. Tapi ya namanya sedang berharap dan berusaha, pasti harapannya adalah plan A-nya yang berhasil.

Euforia jadi mahasiswa lagi di kampus STAN cuman bertahan 1 minggu sampe akhirnya tugas datang bertubi-tubi. Masa perkuliahan di kampus ini rasanya cepet banget karna tiap saat itu rasanya kejar-kejaran sama deadline. Liburan setelah UTS dan UAS tuh surga banget haha... Tapi sepusing-pusingnya dengan tugas dan ujian, the real roller coaster itu terjadi di masa penyusunan skripsi. Aku ga tau udah berapa kali nangis gegara buntu banget sama skripsi. Aku bahkan pernah nangis tengah malam di rumah teman pas saat itu aku lagi menghadiri pernikahan teman sekaligus liburan di Balige bareng teman-teman SMA-ku. Jauh-jauh dari Bintaro ke Balige bawa laptop, stuck trus nangis sendiri hahaha...

Sampe akhirnya aku bisa menyelesaikan perkuliahan dan lulus, banyak banget hal yang kudapatkan melebihi ekspektasiku, kayak dikadoin begitu aja. Aku bahagia banget dengan kelulusanku ini, despite the circumstances. Whatsapp dan Instagram-ku penuh dengan ucapan selamat dari keluarga dan teman-teman. Dan belum selesai dengan kebahagiaan karena kelulusan, besoknya disusul lagi dengan ucapan-ucapan selamat ulang tahun dari keluarga dan teman-teman terdekat. Beberapa tahun belakangan ini, aku ga nge-post ultahku di medsos sih, jadi yang tau emang cuman orang-orang terdekat aja.

Dari saudara PA-kuuuu ♡
Bersyukur banget dengan kebahagiaan yang sangat penuh di dua hari itu. Seperti yang kubilang sebelumnya, banyak hal yang kudapatkan melebihi ekspektasi. Tuhan tuh kayak mau bilang, "ga cukup cuman sehari untuk kamu hepi-hepi, sini Aku kasi 2 hari" 😍. 

Masih di kosan aja tapi sekarang udah kembali bekerja di instansi awal. Masih menyesuaikan dengan pekerjaan, belajar lagi dari nol. Mudah-mudahan bisa menyesuaikan dan pasti bisa menyesuaikan! 

Wish me luck.
Dian 💛



Thursday, April 16, 2020

Behind Your Closed Door

April 16, 2020 2 Comments
You're the girl in the gown, made your way to the town.
On the cobblestones, you moaned,
"This is perfect," you think, "finally a life of my own"
That one thing of yours that had been long pawned.

Community failed, friends betrayed, family was a colonnade, you exclaimed.
You escaped so you can forget.
In your former life, you used to have a maid.
Here, you make your own bed.

Oh, what a sweet a girl you are.
You sing with your guitar.
You wave from afar.
You have fun at the bar.

But hey, are you always that composed?
Why is your door always closed?
Distance is imposed.
Nothing is exposed.

You despise the daylight,
As if it were a plight.
You only function in the night
When nothing is under the limelight.

Are you even genuinely happy?
Cause you seem a little scrappy.
You sound raspy
Though you do try to look haughty.

Are you fighting a war?
Or struggling in your core.
Who makes you sore?
Tell me what's behind that closed door!

Relax, I won't even ask you first.
I'll just let you thirst
Till you want to burst,
Ready to curse.

Bintaro, April 16th 2020
Dian❤
Photo by Timur M on Unsplash

Thursday, February 27, 2020

My Favourite Love Stories

February 27, 2020 2 Comments
Seperti gadis-gadis pada umumnya, kisah romantis ala disney dan film hollywood merupakan cerita yang paling menarik buatku. Setelah kurenung-renungkan, ternyata kami para gadis (atau setidaknya, aku doang), sudah punya "konsep" cinta, pernikahan, "prince charming with a shining armor" yang kami adopsi dari berbagai media sejak kecil. Kisah cinta, jika bukan sebagai tema utama, akan dijadikan sebagai pemanis untuk setiap cerita. Well, as a hopeless romantic person, aku sih senang-senang aja dengan itu. Love story is still my favorite of all.

Photo by Roman Kraft on Unsplash
Tapiii..of all love stories yang pernah ak baca, dengar atau tonton, ada 3 kisah yang paling mengena buatku dan entah kenapa, tiap aku baca ulang, aku senyum-senyum bacanya. Terlepas dari kejadiannya yang terjadi ribuan tahun yang lalu, entah kenapa cerita ini justru sangat relatable buatku. Mulai dari kegalauannya, penantiannya hingga kehidupan setelah pernikahannya.

I've been willing to write about this since long ago. Postingan ini pun sudah di draft blog sejak 26 April 2018 dan baru diselesaikan sekarang (procasinator emang 😜). Semakin memasuki usia dewasa, aku yakin banyak orang yang mengalami apa yang kualami, mulai mencari konsep kehidupan masa depan. Apakah aku butuh teman hidup? Jika ya, apakah aku siap untuk membina hubungan saat ini? bagaimana dengan ambisi untuk berkarir, ingin sekolah lagi? konsep hubungan seperti apa yang kuinginkan? apa peranku dalam sebuah hubungan? pasangan seperti apa yang kuinginkan? apa yang aku dan pasanganku perlu capai dalam sebuah hubungan? and so on.

Sejak secara tidak sengaja menemukan kisah-kisah ini, konsepku tentang hubungan, "prince charming" dan pernikahan pelan-pelan bergeser walaupun proses pergeserannya sampai bertahun-tahun. Dari yang respon awalku "nah, cowo tuh harusnya giniiii.." sampai kesini-kesini, responku adalah "bisa ga ya aku kayak si tokoh cewe?". By the way, ketiga cerita ini adalah kisah Alkitab. Trust me, ini tuh ga "sejauh dan se-celestial" itu. This is so relatable, aku pun tidak dalam posisi menggurui bagaimana seseorang seharusnya menjalani hubungannya, what do I know. I literally share this as a personal admiration of the characters, the stories and how God involved in their life.

1. Yusuf dan Maria
Aku baru merenungkan kisah Yusuf dan Maria setahunan ini and they suddenly became my favorite couple of all. Selama ini, tiap membaca dan mendengar kisah kelahiran Yesus, aku fokus pada Yesusnya aja (ya emang harusnya begitu sih) tapi trus aku menyadari kalo Allah ga mungkin nitipin Anak-Nya ke orang sembarangan.

Dalam gereja Katolik, Yusuf dijuluki pelindung keluarga Nazaret. Sosoknya ga banyak ngomong tapi justru karna ketenangan itulah dia jadi bisa dengar-dengaran sama Tuhan melalui malaikat Gabriel. Dia ingin meninggalkan Maria, tunanganannya, secara diam-diam karena tidak ingin mencemarkan nama Maria. Tapi akhirnya dia memutuskan untuk tetap mengambil Maria sebagai istrinya karena dia taat dengan perkataan Tuhan melalui malaikat Gabriel.Tulus banget kan 😊. Dia juga terus menjagai Maria dan Yesus ketika raja berniat membunuh Yesus, hingga menyingkir ke Mesir.

Maria juga perempuan yang taat dan rela dipakai Tuhan untuk karya keselamatan Bapa. Satu perkataan Maria yang selalu kuingat adalah fiat voluntas tua, aku ini hamba Tuhan, jadilah padaku menurut perkataanmu itu. Mana ada sih seorang gadis yang mau hamil sebelum bersuami? Aku yakin bahwa Maria tau risiko yang dihadapinya bersedia untuk mengandung Yesus, tapi dia percaya banget bahwa masa depannya dijamin sama Tuhan. Selain itu, Maria juga sama seperti Yusuf, sepertinya tidak banyak ngomong dan hanya menyimpan segala perkara itu di dalam hatinya dan merenungkannya.

Kalo di zaman sekarang, relationship counselor suka bilang "cari pasangan yang satu value, blablabla...", Maria dan Yusuf kurang satu value apa lagi? Mereka sampai disanggupkan untuk melewati perjalanan panjang menuju Bethlehem, menyingkir ke Mesir, kembali ke Nazaret dan berbagai tantangan yang harus dihadapi sebagai orang tua Yesus. Value mereka apa? ya, mereka nyender dan mandangnya ke Tuhan aja, jadi dua-duanya bisa jalan searah.

2. Tobia dan Sara
Aku sukaaaaa sekali dengan Kitab Tobit ini. There's nothing I dislike about this book. Kitab ini menceritakan tentang 3 keluarga yang taat, mencintai sesama dan sangat mencintai Tuhan. Baik orang yang sudah menikah maupun yang belum menikah dapat berkaca pada tokoh Tobit dan Hana (orang tua Tobia), Raguel dan Edna (orang tua Sara), Tobia dan Sara.

Dikisahkan, Tobit adalah orang yang penuh cinta kasih terhadap sesamanya yang saat itu sedang di pembuangan di Niniwe. Kebaikan hatinya itupun mengakibatkan dia harus hidup dikejar-kejar raja, terancam dibunuh dan diolok-olok oleh tetangganya. Seakan penderitaannya belum cukup, Tobit juga harus menjadi buta setelah menguburkan korban pembunuhan. Dalam kehancuran hatinya, Tobit pun berdoa pada Tuhan dan Tuhan mendengar doanya.

Di saat yang bersamaan, ada Sara yang telah menikah tujuh kali namun suaminya selalu meninggal sehingga ia pun mendapat olok-olok dari pelayan keluarganya. Hal itu membuat dia sangat sedih dan ingin bunuh diri saja, namun dia tidak melakukannya karena dia begitu mengasihi orang tuanya dan dia ga mau menyakiti mereka. Dalam kehancuran hatinya, Sara pun berdoa pada Tuhan dan Tuhan mendengar doanya.

Allah mengutus malaikat Rafael untuk menyembuhkan mata Tobit yang buta dan mempertemukan Sara dengan suaminya, Tobia, anak Tobit. Gila ga sih, mak comblangnya tuh langsung Tuhan melalui malaikat🤣. Tidak seperti suami-suaminya sebelumnya, Tobia tidak meninggal setelah memperistrikan Sara. Ada satu hal yang sangat menyenangkan hatiku dalam kisah ini, yaitu ketika setelah mereka menikah, Tobia mengajak Sara untuk berdoa di Tobit 8:4-5.
Kemudian Tobia bangkit dari tempat tidur dan berkata kepada Sara: "Bangunlah adinda, mari kita berdoa dan mohon kepada Tuhan kita, semoga dianugerahkan-Nya belas kasihan serta perlindungan. Maka bangunlah Sara dan mereka berdua mulai berdoa dan mohon, supaya mereka mendapat perlindungan.
Mengapa aku suka sekali ayat itu? Karena aku yakin saat itu mereka sedang jatuh cinta berat sama satu lain, tapi itu ga membuyarkan mata dan hati mereka kepada Tuhan. Mereka tetap mengarahkan pandangan mereka ke arah yang sama yaitu ke Tuhan. Wow!

Kitab Tobit ini ga hanya menceritakan tentang pencarian pasangan hidup sih tapi juga tentang ups and downsnya kehidupan berkeluarga yang digambarkan Tobit dan Hana serta Raguel dan Edna. Kitab Tobit ini adanya di Alkitab Deuterokanonika yang dipakai Katolik doang sih, makanya sepertinya tidak semua orang familiar dengan kitab ini. Selain itu, sepertinya belum ada buku yang mengupas tentang kitab ini, seandainya ada...I would really love to have my hands on it.

3. Boas dan Rut
Sejujurnya, aku belum pernah membaca Alkitab cover to cover sehingga kisah yang sebenarnya Kitab Rut inipun kuketahui pertama kali dari buku Lady in Waiting yang bercerita tentang bagaimana menjadi seorang wanita yang mencintai dan dicintai Tuhan sebelum akhirnya mencintai seorang pria seumur hidupnya. Buku ini mengupas karakter Rut yang begitu setia dan taat pada Naomi (ibu dari mantan suaminya) dan Boas, pria yang akhirnya menjadi suami Rut.

Secara logika, Rut akan lebih diuntungkan jika ia memutuskan untuk kembali kepada bangsanya. Dia dapat menikah lagi dengan pria sebangsanya namun dia memilih untuk tinggal bersama Naomi, menyembah Allah dan tidak mau kembali ke kehidupan lamanya. Kesetiaan dan ketaatannya itupun mempertemukan dia dengan Boas yang juga berkarakter baik.

Buku Lady in Waiting mampu menjabarkan konsep berpacaran orang Kristen, mengapa kita harus menjaga kekudusan dan mengapa kita tidak seharusnya sibuk kuatir akan pasangan hidup tapi malah harusnya sibuk melayakkan diri. Aku pertama kali baca buku ini di tahun 2012 dan setiap kali aku baca lagi, aku seperti baru membacanya untuk pertama kali.

Selain ketiga pasangan di atas, aku sebenarnya juga suka membaca kisah Ishak dan Ribka yang dikisahkan di Kitab Kejadian dan buku I Kissed Dating Goodbye. Another book that I've been loving recently, baru aku baca 2019 kemarin padahal sudah aku miliki sejak 2012 adalah buku berjudul Hei, kata Tuhan: "Beranakcuculah!".  Aku harus menunggu 7 tahun untuk mau membaca buku ini karena awalnya aku berpikir bukunya akan terlalu berat untukku. Ternyata tidak, bukunya justru so relatable untuk perempuan dan laki-laki, single and married, tua dan muda.

Dan akhirnya, selamat berdoa, menanti, menjalani dan bersyukur.

With love,
Dian💓


Friday, July 12, 2019

"Field Trip" Kampus

July 12, 2019 2 Comments
Salah satu hal yang bikin aku senang banget selama kuliah D4 adalah kunjungan ke perusahaan ataupun kantor yang berhubungan dengan mata kuliah. Ya..kita lebih prefer istilah "field trip" karna rasanya emang kayak anak sekolahan lagi kunjungan ke taman safari, museum atau bandara wkwk..Selama 2 semester masa kuliah, kami mengunjungi 3 tempat, 2 tempat bareng kelas sebelah dan 1 tempat yang khusus buat kelas kami doang.

1. PT. Bakrie Pipe Industry
Kunjungan ini tuh merupakan kegiatan dari matkul Management Accounting, lanjutan dari Cost Accounting pas zaman D3. Disana kami diajak keliling ke pabrik pipanya dan  juga mendapat sedikit penjelasan tentang product costing, planning and budgeting perusahaan mereka. Jelasinnya ga mungkin detaillah, tapi at least kita jadi lebih bisa memahami materi kuliah dan aplikasinya di dunia industri setelah mendengar pemaparan dari pihak perusahaannya. 

Jadi, walaupun matkul ini adalah salah satu pelajaran paling sulit selama semester 7, tapi aku cukup menikmati perkuliahan dan materinya. Kayaknya ini tuh kombinasi dari dosennya yang pinter jelasin dan selera humor yang khas, tugas dan presentasi yang harus disubmit tiap Sabtu sore (bye weekend ceriaku) dan field trip ini. Btw, i have a confession, setelah 3 tahun kuliah D3, baru setelah D4 dan belajar Management Accounting-lah aku paham Cost Accounting tuh ngomongin apa sih sebenernya.😝
Kelas 7-02 D4 Akuntansi STAN
Kelas 7-01 dan 7-02. D4 akuntansi untuk angkatanku cuman ada 2 kelas ini.
2. Komisi Pemberantasan Korupsi
Kunjungan ini kami laksanakan di semester 8 dan merupakan kegiatan dari matkul Leadership. Disini kita mendapat penjelasan tentang bagaimana upaya yang telah dilakukan KPK untuk memberantas korupsi, hal-hal yang berupa suap dan gratifikasi, dll. Satu hal yang aku ingat dari salah satu pembicara katanya gini, "STAN tuh punya sosok yang baik dan buruk dalam hal korupsi (yang buruknya emang lebih terkenal sih, padahal yang baiknya jauuuhh lebih banyak, mayoritas malah). Nah, sekarang terserah kita mau teladanin yang mana, yang jelas klo milih yang terakhir, ntar ketemu kami disini (No, thanks!!!)"
3. PT. Jakarta Propertindo
Kunjungan ini juga dilaksanakan di semester 8 dan merupakan kegiatan matkul Manajemen Strategi. PT. Jakpro memiliki beberapa anak perusahaan dan dua di antaranya adalah PT. Pulo Mas Jaya dan PT. LRT Jakarta. Jadi selama disana, kita mendengar sharing dari kedua perusahaan yaa..basically tentang proses bisnis, milestone dan plan mereka ke depan.

Dari kesemua field trip, yang terakhir inilah yang paling berkesan buatku dan kayaknya buat temen2 lain juga. Sebelum sharing session, kami diajak tour keliling Jakarta Equestrian Park, yaitu fasilitas pengembangbiakan, perawatan, pelatihan dan sekaligus stadion olahraga berkuda (equestrian). Tempatnya luaaass dan bagus banget dan sepertinya akan terus dikembangkan. Patut berbangga juga sih, Indonesia punya fasilitas equestrian yang berstandar internasional dan kalo ga salah kemarin katanya yang terbaik di belahan bumi selatan dan urutan ke berapa di dunia (ga lebih dari 5 deh pokoknya, sorry I forgot). Teruuuss..katanya fasilitas segede dan semewah ini tuh dibangun dengan biaya yang kurang lebih seharga 2 ekor kuda yang ada disini. Meeeennn...aku baru tau kalo kuda bisa semahal itu yaa..ga kebayang sama kekayaan pemilik kuda-kuda ini. Jiwa misqueenku memberontak wkwkw..
Disini aku baru tau kalo kuda itu sangat sensitif dan high maintenance. Masing-masing kuda punya kebutuhan dan treatment sendiri. Ada kuda yang di stall-nya itu pake kipas angin dan mainan loohh... Btw, ini kudanya cakep bangeett..bulu matanya kayak pake mascara coklat 😝
Salah satu lapangan untuk berkuda di JEP
Nah setelah dari equestrian, kita ditawarin untuk mencoba LRT yang saat itu memang sedang uji coba publik. Disitu kita diajak nyobain jalur Kelapa Gading-Velodrome yang merupakan jalur LRT fase 2. Aku sendiri baru pertama kali nyobain LRT dan ga pernah sama sekali nyobain MRT. Jika dibandingkan dengan KRL, stasiun LRT jauh lebih nyaman dan bersih. Meskipun jalurnya masih pendek, pembangunan LRT ini masih akan terus berlanjut dan nantinya akan terintegrasi dengan moda transportasi lain. Mudah-mudahan pembangunan mass transportation begini bisa mengatasi masalah kemacetan di Jakarta yaaa..dan mudah-mudahan ntar diterapkan single card untuk semua moda seperti KRL, MRT, LRT dan transjakarta.
Rada norak sih di LRT aja pake foto2 tapi yaudalah yaaa..😉
THISSS!!!
Dari ketiga kunjungan itu, satu hal yang bikin aku takjub, ternyata alumni STAN tuh ada dimana-mana ya. Dulu aku berpikir bahwa alumni STAN ya otomatis bakalan di Kemenkeu, kalaupun ada di tempat lain, paling dikiiiit banget, itupun pasti masih di sektor pemerintahan. Nah setelah disini aku baru tau kalo "kita" tuh ada dimana-mana, pemerintahan dan swasta. Jadi di semua kunjungan kami tersebut, kami selalu disambut oleh alumni Jurang Mangu, udah bener-bener "a world without stranger" banget. 

Melihat mereka dan mendengar cerita mereka, aku jadi sadar kalo masa depan itu emang bener-bener ga ada yang tau ya. Kuliah di STAN bikin aku di mode autopilot banget, masuk kuliah-jangan sampe DO-lulus-kerja dengan jenjang karir abcd-kejar kuliah lagi-kerja dan seterusnya. Nah, ternyata banyak juga orang yang anti mainstream, resign dan berani mengambil "the road less traveled" and eventually, they succeed. 

Kekagumanku ke mereka ga serta-merta bikin aku pengen ngikutin jejak mereka untuk resign dan berkarir di luar sesuai passion sih. Aku cuman kembali diingatkan bahwa sukses dan bahagia itu punya arti dan ukuran yang berbeda-beda untuk tiap orang. Intinya, find something and somewhere that makes you the happiest, dan kalo aku bisa tambahin lagi, yang bikin hatimu paling damai. Oh trus, be the right person at the right place aja sih. Aku anti banget soalnya dengan orang yang males-malesan kerja karna katanya "ini tuh ga sesuai passionku". Karena ada sesuatu hal yang lebih penting dari sekedar passion yaitu tanggung jawab.

So, next time kalo tiba-tiba ada orang di sekitarku yang mendadak bikin keputusan untuk mengambil a road less traveled, apapun alasan dan konteksnya (pekerjaan, tempat tinggal, pasangan, dll), mudah-mudahan aku bisa lebih memahami dan mengapresiasi pilihan mereka tersebut. Nah untuk akuuuu.... berhubung pekerjaan saat ini sudah cukup memberiku kedamaian hati (thank God) dan mudah-mudahan aku bisa do great disini, maka kayaknya aku bakalan tetap di track yang sekarang. But who knows what the future holds, so we'll see 😉

With love,
Dian 💛

Tuesday, July 2, 2019

Last Day Of Exam At College

July 02, 2019 2 Comments
I was in a rush earlier this day, I needed to be on campus within 15 minutes when this Parachute's song lyric got me.  
"Life is what you leave behind. We could have had it all" .  

The idea of living life for the sake of what's left behind got me thinking that perhaps one of the purposes of living life are for the memories, either the ones that were left on us or the ones we left on others.

Today was our last exam at college. We still have another semester for thesis, so basically we're still gonna be around for the next 6 months. But there'll be no more class for us till graduation. Other than planned rendezvous with the classmates, we're pretty much doing it solo from now on. That's the sad part of the euphoria of last day of exam and yes-I-can-finally-sleep-to-my-heart-content.

Throwing back to the very first class  we had last year, I had nothing but fun, laughter and teasing one another on and on. Of course, there were never-ending-assignments, quizzes and exams along the way. There were days that I couldn't sleep soundly at night and I couldn't enjoy weekends in the way I should, still I enjoyed every second and every bit of this one year being back to college. 

One could wish to have all the good things in everything but adulting is about understanding that it's too celestial to ask for. None could have it all. "One thing at a time, Dian", that's how people usually put it on me. So ya, I enjoyed college and our classes that much. Having to be on our separate ways till graduation adds up to the implication of having "one thing at a time"

Well, if life is really all about what's left behind, I won't complain for leaving this behind.

Credit: @yuanggafp
Love y'all
Dian 💛💛